ASAP KECIL UNTUKMU
Oleh: Rizki Gusti Pratama
Ria sayang, Kupelihara asap kecil ini dengan
cahaya jingga dibalut nuansa istana khayangan sang dewa yang menggoda untuk
kuberikan padamu sebagai teman sepimu. Maukah kamu menerimanya dengan indah?
Seperti setiap peliharaan lainnya, kuberi dia kalung dengan
inisial namamu sebagai tanda kepemilikan setia dan barangkali pertanda bahwa
dia telah menjadi milikku, maaf maksudku milik kita Ria. Tentu saja asap kecil
ini juga kuberi dia manja. Setiap hari kutemani dan kuberi kenangan-kenangan
yang takkan pernah bisa ia lupa. Seperti yang lainnya juga asap kecil ini
meredam sakitnya rindu yang tak bisa lagi kutahan karena segera ingin bertemu
denganmu Ria. Kupeluk dan kudekap asap
kecil ini bagaikan kurasa dekap hangat dirimu Ria. Bagaikan impian membuat aku
selalu mengangankan bahwa saat ini kulakukan bersamamu meski aku tahu semua itu
hanyalah kemungkinan yang entah kapan akan menjadi nyata. Sampai saatnya nanti
akan kurawat dan kujaga asap kecil ini hingga nanti dirawat juga olehmu.
Kuberikan asap kecilku ini untukmu, Karena aku ingin sekali
memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar kata dan janji setia. Sudah sangat
banyak kata dan janji yang telah terucap di dunia ini Ria. Kita sama-sama tau
bahwa itu tak berarti dan ternyata tak mengubah apapun. Aku tidak akan menjadi
bagian dari mereka yang hanya memberikan kata-kata yang sudah tak terhitung
jumlahnya dalam peradaban milyaran manusia. Mengapa ? Karena itu percuma saja
Ria. Saat ini kita hidup di dunia yang dimana orang-orang hanya ingin berkata
tanpa mendengarkan yang lainnya. Kita telah hidup di dunia yang hanya memiliki
pembicara dan tak mempunyai pendengar yang semestinya peduli. Dan yang lebih
parahnya lagi mereka juga tidak akan mendengarkan kata-kata mereka sendiri.
Inilah yang menjadikan dunia kita saat ini memiliki banyak kata yang tak
memiliki makna.
Setiap nilai dari bahasa sudah luber dan tidak dibutuhkan
lagi. Bahkan kini setiap arti telah di manipulasi bahkan di mutasi. Inilah
dunia kita Ria. Sehingga kuberikan asap kecil ku yang manis dan lucu ini padamu
yang akan menjadikan harimu menjadi jingga mempesona. Kan kuceritakan bagaimana
aku mendapat asap kecil ini untukmu. Pagi itu ku terbangun dengan sedikit
merasa kekeringan tenggorokanku. Aku berjalan menuju tatanan gelas mengambil beberapa air minum untuk melepas
dahagaku. Setelah rasa kering di tenggorakanku hilang, ku buka jendela yang tak
jauh dari tempat berdiriku. Didepan mataku terlihat asap kecil yang sedang bermain
dan berlari-lari. Melihat keceriannya itu tiba-tiba kuteringat padamu.
”Barang kali asap
kecil ini bagus untuk menemanimu,” pikirku. Maka kuraih ia dan kuajak
bersamaku. Dengan begitu kamu tidak akan pernah merasa sepi lagi. Kubayangkan
kita akan bermain bersama dengan asap kecil ini. Kini asap kecil telah
kudapatkan dan segera ingin kuberikan padamu. Saati kuberjalan menuju ke
rumahmu, orang-orang melihatku dan mulai menghampiriku.
“Kamu membawa asap yang berbahaya!
Segera lepaskan dan buang asap itu jauh-jauh!”
Kulihat mereka mulai mendekat dan ingin merenggut asap
kecilku. Melihat itu segera ku mulai berjalan cepat dan terus mempercepat
langkahku.
“Kejar dia dan asap itu!”
Terlihat jumlah mereka yang mengejarku semakin banyak. Aku
pun berlari dengan seluruh kemampuanku. Aku sudah berjanji dengan diriku untuk
memberikan asap kecil ini untukmu. Sehingga tak ada satupun yang boleh
mengambilnya dariku. Kulewati gang-gang sempit agar mereka sulit untuk
mengikutiku. Saat lewat di depan rumah yang pintunya terbuka, aku melihat
wajahku telah terpampang di televisi. Aduh, apa salahnya mereka membiarkan aku
dengan asap kecilku. Kenapa mereka sangat ingin mengambil asap kecilku? Pelarian
ku pun berhasil, mereka sudah tampak menyerah dan tak mengejarku lagi. Aku
berjalan dengan hati melewati jalanan yang cukup sepi, Karen semua orang
mencariku. Kini hari sudah mulai senja
dan aku terus berlari walaupun jalanan yang kulewati sudah tampak mulai gelap.
Aneh, tak biasanya malam segelap ini. Ditengah perjalanku terdengar suara
seorang pemuda paruh baya menggertakku.
“Hei, segera berikan asap itu, kalau tidak aku akan
melaporkan kamu ke….”
Aku muak mendengar kata-kata pemuda itu lebih lama lagi.
Segera ku ambil kayu belati yang ada didepanku dan ku ayunkan tepat dikepalanya
sampai terpental jauh dan menghantam pagar dinding rumah didekatnya. Segera ku berlari lagi dan
menyelip diantara gang belakang rumah. Sebegitu keraslah aku mebawakan asap
kecil ini Ria. Kutahan Lapar dan hausku Karen di setiap sudut kota telah dijaga
oleh polisi-polisi yang mencariku. Dengan keringat yang mengucuri seluruh tubuh
akhirnya aku sampai didepan pagar rumah mu. Kulompati pagar rumahmu agar tidak
ada orang yang melihatku. Ku ketuk pintu rumahmu dan akhirnya dirimu
menyambutku dengan senyu kasihmu seakan kamu belum mengetahui keributan apa
yang telah terjadi di kota ini.
“Apakah kamu belum mengetahuinya? Kini aku menjadi orang yang
paling dicari”.
Dengan tersenyum kamu memelukku.
“Ya aku tau, dan aku akan tetap mempercayaimu.”
Bagiku tak ada kata yang lebih indah lagi dari pada yang
barusan kudengar dari bibir tipismu merah mudamu Ria. Aku hanya ingin
memberikan asap kecil ini untumu sayang, tetapi mereka merampasnya dariku.
Mereka tidak ingin melihat kita memelihara asap kecil ini dengan bahagia.
Kurasa mereka iri dan tak ingin kita merasakan kebahagiaan ini Ria. Jadi
sekarang mari kita rawat dan besarkan asap kecil ini Ria.
Hari pun berlalu, kami terus merawat asap kecil ini. Ia
tumbuh dengan sangat cepat hari demi hari.
“Persedian makanan kita sudah habis Ria. Aku akan keluar dan
segera membelinya.”
Keluar rumah dengan topi dan kacamata, aku bermaksud untuk
melakukan penyamaran agar tidak ketahui oleh orang-orang wajahku yang sudah
lama masuk dalam pencarian orang. Penyamaranku pun berhasil dan tak ada orang
yang mengetahuiku. Ditengah perjalan pulang, kerumunan orang di salah satu
puskesmas desa menarik rasa penasaranku. Kulihat seorang ibu yang menggendong
anaknya yang masih balita dengan air mata serta suara tangisan keras yang
sangat memilukan hati. Lantas aku pun
langsung bertanya kepada pria yang ada disebelahku.
“apa yang terjadi dengan anak itu?”
Dengan suara serak yang mungkin juga karena terhanyut suasana
menyedihkan itu, pria itu menjawab.
“Ini semua Karena asap keparat itu! Sudah banyak yang menjadi
korbannya” katanya sedikit geram.
Dengan cukup terkejut dan sangat banyak yang ada pikiranku,
aku langsung berlari menuju rumahmu Ria. Saat berlari kaki ini merasa tak dapat
memijak bumi ini dan lariku terasa sangat pelan. Sesampainya di rumahmu aku
melihat dirimu sudah terbaring lemas tak berdaya di lantai. Nafasmu terengah
dengan wajah yang teramat pucat. Aku hanya bisa menangis dan tak bisa berpikir
lagi apa yang harus aku lakukan.
“Maafkan aku Ria, maafkan aku yang telah memberi asap yang
akan membunuhmu.”
Dengan memegang erat tanganku, kau hembuskan nafas
terakhirmu. Aku terus berteriak dan memanggil-manggil namamu Ria. Kenapa jadi seperti ini? Ini semua salahku,
maafkan aku kekasihku.
Sudah beberapa bulan semenjak dirimu meninggalkanku sendiri
di dunia ini Ria. Kini aku hanya memiliki satu tujuan hidup untuk membalaskan rasa
bersalahku kepadamu. Kan kukembalikan lagi biru langitmu. Maaf Telah
menjadikannya berubah berwarna jingga Ria. Setiap harinya aku berburu asap-asap yang
sampai saat inipun masih terus merenggut banyak korban jiwa. Kini aku akan
membasmi dan membinasakan semuanya untukmu sayangku, Ria.