Lukisan Terindah - akuiki
Baru Update
Loading...

Lukisan Terindah




      “Lajukan dikit dek, biar cepet sampenya!”. Kata-kata itu yang membuat aku menyesal seumur hidupku. Rasanya ingin ku putar waktu sejauh mungkin agar aku bisa mengubah kejadian-kejadian yang membuat aku menyesal seperti sekarang ini.

            Masih berbekas dipikiranku,kecelakaan 2 tahun lalu yang membuat adikku kehilangan sepasang mata indahya. Saat itu, ketika aku mengajarinya mengendarai mobil yang baru di kredit oleh ayahku untuknya.Saat itu umurnya baru sekitar 18 tahun, namanya Andra.Dia meminta dan memohon-mohon kepadaku agar aku mau mengajari nya mengemudi.

            “Kakak, ayolah...teman-temanku saja sudah mengendarai mobil sendiri kesekolah”pintanya. Lantas aku menjawab.“Iya, tapi tidak sekarang, tunggulah ayah pulang...”

            “Ayolah kak Mika, ayolah, aku mohon!.” Desaknya pada ku.

Setelah itu, aku menerima pintanya untuk diajari mengendarai mobil.

            “Fokus! Jangan pedulikan apapun.Saat ini kita hanya berdua, tidak ada Ayah, dan tidak ada Ibu.Jangan gugup yaa.?”

            “Iya kak, tapi aku agak sedikit gugup”.ucapnya padaku.

            “Sekarang nyalakan mobilnya dan perlahan injak pedal gas nya”, arahku.

Semakin lama kami diatas mobil, semakin mahir dia mangendarai mobil tersebut.

            “Kakak, aku sudah bisa, sekarang jurus hebat apa lagi yang harus aku pelajari di atas mobil ini...?" 
ucapnya dengan bangga.Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, ponselku berdering, ada panggilan dari ayah.

            “Matilah aku. Ayah pasti sudah pulang.Dek kita pulang sekarang.Tapi lajukan dikit dek, biar cepet sampenya...!” desakku padanya.

            Andra yang baru belajar mengendarai mobil itu, membawanya sangat laju dan semakin melaju hingga 100km/jam.Selintas aku melihat  truk pasir tepat didepan mobil kami. Dan membunyikan klakson panjang.
            Setalah itu, aku sadar, Entah dimana aku saat itu. Dimana Andra ? di sebelahku hanya ada infus, aku sepertinya sedang terbaring menggunakan oksigen. Sebenarnya apa yang telah terjadi?, tanyaku pada diri sendiri.
            “Ini semua pasti karena ulahku”. Hatiku setengah mengamuk.

 Aku tak bisa terima dengan kesalahan yang ku perbuat ini. Kupikir, Andra pasti menanggung sakit sekarang karena kecelakaan yang menimpa kami berdua. Kubuka oksigenku, kucabuti infus yang ada di tanganku, dan aku segera berlari keluar ruangan berbau obat yang menyesakkan itu.

            Diluar  kutemui  ayah dan ibu yang sedang menangis. Ku hampiri mereka.

Tiba-tiba ibu memelukku dan berkata, “Kamu  sudah sadar  sayang, Baguslah”.
           
Tetapi  Ayah??.”plak”....sebuah tamparan mendarat di pipiku. Ibu berteriak dan semakin menangis. Aku tak mengerti mengapa ayah tega menamparku. Tak lama aku berdiri dan menahan sakit, ibu langsung menuntun ku untuk menjauh dari Ayah. Setelah cukup tidak terlihat oleh Ayah, Ibu becerita kepadaku, “Sayang, Andra...”.belum sempat Ibu menyelesaikan pembicaraannya, aku memotongnya dengan kepenasaranku.

“Andra kenapa Ibu, katakan... Andra dimana sekarang? Apa yang terjadi padanya ibu, katakan..”. Aku mendesak ibu dengan beribu pertanyaan.

“Andra, Andra kehilangan sepasang matanya sayang. Serpihan kaca mobil mengenai matanya saat itu”. Ibu kembali mengurai air mata. Aku tersentak. Terduduk dilantai rumah sakit, tak percaya dengan semua yang ibu katakan. 

Aku memeluk kaki ibu dan menangis meminta maaf. “Ibu, maafkan Mika bu... Mika tak bermaksud mencelakakan Andra bu...Bu katakan kalau semua ini hanya sebuah kebohongan bu, katakanlah semua ini hanya mimpiku bu...Katakan bu katakan!!”...Aku memaksa ibu untuk berkata.

“Sayang, semua yang telah terjadi jangan lah sampai jadi penyesalan buat mu sayang. Biarlah Ibu dan Ayah yang memikirkan Andra, kamu fokus sajalah pada kuliah mu dulu”. Ungakapan Ibu sambil terisak. 


Aku semakin menangis dan tak henti menangis hingga aku tak sadarkan diri. Dua tahun berlalu, aku hampir menyelesaikan kuliahku. Tapi bayang-bayang kepedihan selalu teringat oleh ku ketika aku melihat Andra yang selalu termenung tiada apa yang di kerjakannya.

 Hal yang membuatku tersentak ketika Andra berkata pada ku,” Kak, masih bisakah Andra menggapai cita-cita dengan keadaan Andra yang seperti ini?”

Yaa...Cita-cita nya adalah menjadi seorang Arsitek. Itu cita-citanya sejak dia duduk di bangku SD. 

Hobby nya melukis, namun sekarang cita-cita dan hobby yang sering dia lakukan 2 tahun silam harus menjadi debu yang terbang entah kemana. 

Ini semua karena ulahku, ulahku, ulahku dan ulahku. Aku masih bisa tertawa melihat dunia dengan  mata yang masih kupunyai. Sedangkan Andra hanya bisa terdiam dengan kekosongan yang selalu dipandangnya. 
Suatu hari, Andra memintaku menyediakan alat-alat lukis lengkap.
“Buat apa semua ini Ndra ?”tanyaku padanya.
“Andra ingin melukis wajahmu, kakak. Kakak sekarang pasti makin cantik. Dengan apa yang dipandangku sekarang, akan ku lukis wajah indahmu itu kakak. Sekarng, kakak tinggal menunggu hasil lukisan ku di seberang sana. Jangan pernah sekali-kali melihat lukisanku yang belum jadi ya kak”. Jelasnya panjang.

“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan sayang” jawabku. Aku menunggu lukisannya dengan meneteskan air mata yang semakin deras jatuh setetes demi setetes. 2 jam berlalu, Andra telah menyelesaikan lukisannya.
“Kak, ayolah, lihat lukisanku ini. Inilah pengelihatanku tentang wajah kakak saat ini”. Perlahan kulangkahkan kaki menuju lukisan yang telah dibuat Andra. Hatiku penasaran ingin segera melihat lukisannya. Betapa teririsnya hatiku ketika melihat kanvas yang penuh dengan cat hitam, tanpa ada warna lain. 
“Kak, bagaimana pengelihatan ku ini ? apakah lukisanku bagus ?”. Katanya dengan penuh rasa penasaran.

            “Lukisanmu sangat indah ,, Sayaang... Terimakasih” Hanya kalimat itu yang bisa kuucapkan kepadanya.
Sampai saat ini, lukisan itu masih ku pajang dikamarku. Dan hingga detik ini, lukisan itu merupakan lukisan terindah yang pernah ku temukan.   




*Mutia Rahmatul Laela


Bagikan ini ke Teman Kamu

Add your opinion
Disqus comments
Notification
Belum ada info guys..
Done