“Lajukan dikit dek, biar cepet sampenya!”. Kata-kata itu yang membuat aku menyesal seumur hidupku. Rasanya ingin ku putar waktu sejauh mungkin agar aku bisa mengubah kejadian-kejadian yang membuat aku menyesal seperti sekarang ini.
Masih
berbekas dipikiranku,kecelakaan 2 tahun lalu yang membuat adikku kehilangan
sepasang mata indahya. Saat itu, ketika aku mengajarinya mengendarai mobil yang
baru di kredit oleh ayahku untuknya.Saat itu umurnya baru sekitar 18 tahun,
namanya Andra.Dia meminta dan memohon-mohon kepadaku agar aku mau mengajari nya
mengemudi.
“Kakak,
ayolah...teman-temanku saja sudah mengendarai mobil sendiri kesekolah”pintanya.
Lantas aku menjawab.“Iya, tapi tidak sekarang, tunggulah ayah pulang...”
“Ayolah
kak Mika, ayolah, aku mohon!.” Desaknya pada ku.
Setelah itu, aku menerima pintanya untuk diajari
mengendarai mobil.
“Fokus!
Jangan pedulikan apapun.Saat ini kita hanya berdua, tidak ada Ayah, dan tidak
ada Ibu.Jangan gugup yaa.?”
“Iya
kak, tapi aku agak sedikit gugup”.ucapnya padaku.
“Sekarang
nyalakan mobilnya dan perlahan injak pedal gas nya”, arahku.
Semakin
lama kami diatas mobil, semakin mahir dia mangendarai mobil tersebut.
“Kakak,
aku sudah bisa, sekarang jurus hebat apa lagi yang harus aku pelajari di atas
mobil ini...?"
ucapnya dengan bangga.Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, ponselku berdering, ada panggilan dari ayah.
ucapnya dengan bangga.Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, ponselku berdering, ada panggilan dari ayah.
“Matilah
aku. Ayah pasti sudah pulang.Dek kita pulang sekarang.Tapi lajukan dikit dek,
biar cepet sampenya...!” desakku padanya.
Andra
yang baru belajar mengendarai mobil itu, membawanya sangat laju dan semakin
melaju hingga 100km/jam.Selintas aku melihat truk pasir tepat didepan mobil kami. Dan
membunyikan klakson panjang.
Setalah
itu, aku sadar, Entah dimana aku saat itu. Dimana Andra ? di sebelahku hanya
ada infus, aku sepertinya sedang terbaring menggunakan oksigen. Sebenarnya apa
yang telah terjadi?, tanyaku pada diri sendiri.
“Ini
semua pasti karena ulahku”. Hatiku setengah mengamuk.
Aku tak bisa terima dengan kesalahan yang ku perbuat ini. Kupikir, Andra pasti menanggung sakit sekarang karena kecelakaan yang menimpa kami berdua. Kubuka oksigenku, kucabuti infus yang ada di tanganku, dan aku segera berlari keluar ruangan berbau obat yang menyesakkan itu.
Aku tak bisa terima dengan kesalahan yang ku perbuat ini. Kupikir, Andra pasti menanggung sakit sekarang karena kecelakaan yang menimpa kami berdua. Kubuka oksigenku, kucabuti infus yang ada di tanganku, dan aku segera berlari keluar ruangan berbau obat yang menyesakkan itu.
Diluar
kutemui ayah dan ibu yang sedang menangis. Ku hampiri
mereka.
Tiba-tiba ibu memelukku dan berkata, “Kamu sudah sadar sayang, Baguslah”.
Tiba-tiba ibu memelukku dan berkata, “Kamu sudah sadar sayang, Baguslah”.
Tetapi Ayah??.”plak”....sebuah tamparan mendarat di
pipiku. Ibu berteriak dan semakin menangis. Aku tak mengerti mengapa ayah tega
menamparku. Tak lama aku berdiri dan menahan sakit, ibu langsung menuntun ku
untuk menjauh dari Ayah. Setelah cukup tidak terlihat oleh Ayah, Ibu becerita
kepadaku, “Sayang, Andra...”.belum sempat Ibu menyelesaikan pembicaraannya, aku
memotongnya dengan kepenasaranku.
“Andra kenapa Ibu,
katakan... Andra dimana sekarang? Apa yang terjadi padanya ibu, katakan..”. Aku
mendesak ibu dengan beribu pertanyaan.
“Andra, Andra
kehilangan sepasang matanya sayang. Serpihan kaca mobil mengenai matanya saat
itu”. Ibu kembali mengurai air mata. Aku tersentak. Terduduk dilantai rumah
sakit, tak percaya dengan semua yang ibu katakan.
Aku memeluk kaki ibu dan menangis meminta maaf. “Ibu, maafkan Mika bu... Mika tak bermaksud mencelakakan Andra bu...Bu katakan kalau semua ini hanya sebuah kebohongan bu, katakanlah semua ini hanya mimpiku bu...Katakan bu katakan!!”...Aku memaksa ibu untuk berkata.
Aku memeluk kaki ibu dan menangis meminta maaf. “Ibu, maafkan Mika bu... Mika tak bermaksud mencelakakan Andra bu...Bu katakan kalau semua ini hanya sebuah kebohongan bu, katakanlah semua ini hanya mimpiku bu...Katakan bu katakan!!”...Aku memaksa ibu untuk berkata.
“Sayang, semua yang
telah terjadi jangan lah sampai jadi penyesalan buat mu sayang. Biarlah Ibu dan
Ayah yang memikirkan Andra, kamu fokus sajalah pada kuliah mu dulu”. Ungakapan
Ibu sambil terisak.
Aku semakin menangis dan tak henti menangis hingga aku tak
sadarkan diri. Dua tahun berlalu, aku
hampir menyelesaikan kuliahku. Tapi bayang-bayang kepedihan selalu teringat
oleh ku ketika aku melihat Andra yang selalu termenung tiada apa yang di
kerjakannya.
Hal yang membuatku tersentak ketika Andra berkata pada ku,” Kak,
masih bisakah Andra menggapai cita-cita dengan keadaan Andra yang seperti ini?”
Yaa...Cita-cita nya
adalah menjadi seorang Arsitek. Itu cita-citanya sejak dia duduk di bangku SD.
Hobby nya melukis, namun sekarang cita-cita dan hobby yang sering dia lakukan 2 tahun silam harus menjadi debu yang terbang entah kemana.
Ini semua karena ulahku, ulahku, ulahku dan ulahku. Aku masih bisa tertawa melihat dunia dengan mata yang masih kupunyai. Sedangkan Andra hanya bisa terdiam dengan kekosongan yang selalu dipandangnya.
Hobby nya melukis, namun sekarang cita-cita dan hobby yang sering dia lakukan 2 tahun silam harus menjadi debu yang terbang entah kemana.
Ini semua karena ulahku, ulahku, ulahku dan ulahku. Aku masih bisa tertawa melihat dunia dengan mata yang masih kupunyai. Sedangkan Andra hanya bisa terdiam dengan kekosongan yang selalu dipandangnya.
Suatu hari, Andra
memintaku menyediakan alat-alat lukis lengkap.
“Buat apa semua ini
Ndra ?”tanyaku padanya.
“Andra ingin melukis
wajahmu, kakak. Kakak sekarang pasti makin cantik. Dengan apa yang dipandangku
sekarang, akan ku lukis wajah indahmu itu kakak. Sekarng, kakak tinggal
menunggu hasil lukisan ku di seberang sana. Jangan pernah sekali-kali melihat
lukisanku yang belum jadi ya kak”. Jelasnya panjang.
“Baiklah, jika itu yang
kamu inginkan sayang” jawabku. Aku menunggu lukisannya dengan meneteskan air
mata yang semakin deras jatuh setetes demi setetes. 2 jam berlalu, Andra telah
menyelesaikan lukisannya.
“Kak, ayolah, lihat
lukisanku ini. Inilah pengelihatanku tentang wajah kakak saat ini”. Perlahan
kulangkahkan kaki menuju lukisan yang telah dibuat Andra. Hatiku penasaran
ingin segera melihat lukisannya. Betapa teririsnya hatiku ketika melihat kanvas
yang penuh dengan cat hitam, tanpa ada warna lain.
“Kak, bagaimana
pengelihatan ku ini ? apakah lukisanku bagus ?”. Katanya dengan penuh rasa
penasaran.
“Lukisanmu sangat indah ,, Sayaang... Terimakasih” Hanya kalimat itu yang bisa kuucapkan kepadanya.
“Lukisanmu sangat indah ,, Sayaang... Terimakasih” Hanya kalimat itu yang bisa kuucapkan kepadanya.
Sampai saat ini,
lukisan itu masih ku pajang dikamarku. Dan hingga detik ini, lukisan itu
merupakan lukisan terindah yang pernah ku temukan.
*Mutia Rahmatul Laela